Rabu, 02 Desember 2009

Sketsa buat Perda Larangan Merokok


Larangan merokok,  dan peraturan daerah yang dibuat untuk mengikatnya yang mulai semarak diterbitkan satu persatu di tanah air adalah sesuatu yang seharusnya tak perlu dibesar-besarkan.
Permasalahan kecil dibuat rumit, sedangkan permasalahan yang lebih besar malah dianggap enteng. Apakah ini sudah menjadi watak budaya bangsa kita. Permasalahan urgens yang justru membutuhkan penanganan lebih serius karena menyangkut hajat hidup orang banyak di kesampingkan kok malah mencari hal-hal baru (sensasi) yang saya rasa kurang begitu penting dan menarik.
Dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) anti merokok dan kawasan bebas rokok sebenarnya sih setuju-setuju saja.
Tapi kalau kita tinjau secara sosio-cultural budaya bangsa khususnya di Indonesia yang secara geografis terletak di daerah tropis memiliki tingkat kesuburan tanah yang begitu mudah untuk menumbuhkan benih-benih tanaman pertanian dan perkebunan. Dalam hal ini, tanaman tembakau sebagai lapis kedua selain palawija, jagung dan buah-buahan  tropis dapat tumbuh subur dan mampu  menghidupi perekonomian sebagian masyarakat pertanian bangsa kita disamping padi sebagai bahan utama pertanian.
Bila terjadi larangan secara mutlak maka apa tidak mungkin akan merusak keseimbangan dunia pengolahan tanah (agraria) petani dan perkebunan di tanah air.
Terlebih bagi dunia kerja dan industri, dimana larangan merokok akan berdampak signifikan bagi pertumbuhan dan perkembangan industri kecil, menengah dan besar yang berbahan mentahkan tembakau tersebut. Penyerapan tenaga kerja secara manual di industi seperti ini dapat termatikan, hingga terjadi peningkatan jumlah deretan  angka pengangguran di tanah air.

Lalu kepentingan yang bagaimana yang dapat menjelaskan pelarangan merokok bagi bangsa yang mayoritas perokok seperti negara kita. Alasan kesehatankah ?
Hal tersebut bukan dasar utama untuk menjelaskan munculnya Peraturan Daerah anti merokok tersebut. Karena resiko bagi mereka yang perokok biar ditanggung sendiri bagi si-perokok. Kalau boleh berpendapat, jangan jejali permasalahan dan jerat-jerat hukum yang nggak perlu dan bikin memori otak bertambah penuh. Tapi carilah cara atau solusi terbaik untuk memasang jerat-jerat  hukum bagi mereka si -pel;aku kejahatan yang tergolong kelas kakap (super) di jagat nusantara ini. Titik.